Bentuk
Bentuk Ketidakadilan Gender
Perbedaan
peran dan fungsi antara laki-laki dan perempuan atau yang lebih tinggi
dikenal dengan perbedaan gender yang terjadi di masyarakat tidak menjadi
suatu permasalahan sepanjang perbedaan tersebut tidakmengakibatkan
diskriminasi atau ketidak adilan. Patokan
atau ukuran sederhana yang dapat digunakan untukmengukur apakah
perbedaan gender itu menimbulkan ketidakadilan atau tidak adalah sebagai
berikut:
|
|
Sterotype
Semua bentuk ketidakadilan gender diatas sebenarnya berpangkal
pada satu sumber kekeliruan yang sama, yaitu stereotype gender laki-laki dan
perempuan.
Stereotype itu sendiri berarti pemberian citra baku
atau label/cap kepada seseorang atau kelompok yang didasarkan pada suatu
anggapan yang salah atau sesat.
Pelabelan umumnya dilakukan dalam dua hubungan atau lebih dan seringkali digunakan sebagai alasan untuk membenarkan suatu tindakan dari satu kelompok atas kelompok lainnya.
Pelabelan juga menunjukkan adanya relasi kekuasaan
yang timpang atau tidak seimbang yang bertujuan untuk menaklukkan atau
menguasai pihak lain.
Pelabelan negative juga dapat dilakukan atas dasar anggapan gender. Namun seringkali pelabelan negative ditimpakan kepada perempuan.
Contoh :
|
|
|
|
|
Kesetaraan gender adalah suatu
keadaan setara antara pria dan wanita dalam hak ( hukum ) dan kondisi (
kualitas hidup ). Sudah banyak issue di balik kesetaraan gender, tetapi kesetaraan
gender yang mana yang bisa menjadi titik tolak perempuan Indonesia ?
Sebagai perempuan, apalagi sebagai
orang tua tunggal, mama yang haarus membiayai anak2sendiri setelah aku
bercerai, masalah gender sangat berarati bagiku. Aku adalah seorang arsitek
lapangan, dimana aku sudah bekerja sekitar 20 tahun sebagai arsitek lapangan,
sebenarnya aku sudah cukup makan asam garam. Seorang perempuan, bekerja di
antara pekerja2 kasar, tanpa ‘pengaman’ dan tanpa ‘perlindungan’, walau sampai
sekarang aku masih baik2 saja, tetapi bisa saja aku suatu saat harus ‘mundur’
karena tidak adanya perlindungan diri.
Gender
adalah pembedaan peran, atribut, sifat, sikap dan perilaku yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat. Dan peran gender terbagi menjadi peran produktif,
peran reproduksi serta peran sosial kemasyarakatan.
( Sumber : Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI ).
Sekarang, coba lihat. Dari 3 peran
gender, sebenarnya hanya 1 yang besar artinya, adalah peran reproduksi. Bahwa
laki2 dan perempuan memang berbeda. Tetapi peran produktif serta peran sosial
kemasyarakatan, sama sekali tidak berbeda!
Pekerjaanku menuntut sebagai
pekerjaan kasar, dimana aku bisa saja bekerja 24 jam tanpa ‘perlindungan’.
Yang dimaksud dengan perlindungan adalah bahwa masih banyak orang yang
berpikir bahwa seorang perempuan akan terlihat sebagai ‘perempuan nakal’ ketika
pulang kerja sampai malam ( diatas tengah malam ), bahkan seringkali sanpai
pagi, jika dealdine. Padahal, mereka, termasuk aku, bekerja giat untuk
membiayai keluarga. Banyak perempuan yang bekerja sebagai pegawai restauran
yang buka sampai malam atau pagi, bergantian. Atau yang bekerja di hotel,
cafe2, dan mereka benar2 bekerja mencari nafkah.
‘Perlindungan’ ini mungkin belum
tentu berupa perlindungan fisik, tetapi lebih kepada perlindungan budaya dan
pola pikir di negara timur, khususnya Indonesia. Bahkan, masih banyak teman2ku
yang notebene merupakan produk modern, yang ‘kasak kusuk’ dengan jam kerjaku
…..
Bukan hanya ‘perlindungan’ saja
bagi perempuan. Kami juga membutuhkan ‘pengaman’. Yang dimaksud
dengan pengaman adalah bahwa baik laki2 dan perempuan, mempunyai hak dan
kewajiban yang sama dalam hukum. Artinya, baik laki2 dan perempuan
SEHARUSNYA mempunyai hak yang sama dalam pekerjaan, gaji, srta fasilitas2 yang
disertakannya di dalam perusahaan.
Jujur, aku tidak tahu dan belum
mengetahui tentang peraturan2 gender. Yang aku tahu, salah satunya, bahwa
perempuan tidak pernah bisa mendapat fasilitas yang sama dalam pekerjaan,
walaupun mereka bekerja dalam perusahaan yang sama, jam kerja yang sama serta
benar2 bekerja bersama setiap saat.
Secara awam, memang seorang
perempuan sering dikatakan sebagai makhluk yang lembut, dan tidak bisa
melakukan hal2 yang kasar. Tetapi pada kenyataannya, perempuan bisa melakukan
pekerjaan yang kasar, bahkan melebihi pekerja laki2. Contohnya di Bali.
Perempuan bekerja ssebagai pengangkut batu, sementara laki2nya sebagai
penyabung ayam. Mungkin aku tidak mengeneralkannya, tetapi sekarang banyak
perempuan bekerja kasar, tetapi fasilitasnya lebih rendah dibanding dengan
pekerja laki2.
Aku belum sempat mempelajari
tentang undang-undang yang mengatur segala fasilitas yang bisa dinikmati oleh
pegawai. Tetapi yang jelas, fasilitas pegawai perempuan, lebih rendah dibanding
dengan fasilitas pegawai laki2, dengan status yang sama, jenis pekerjaan yang
sama bahkan dalam perusahaan yang sama.
Apalagi tentang fasilitas2nya. Yang
aku tahu, anak2 dalam sebuah keluarga, mendapat fasilitas kesehatan lewat jalur
ayah. Artinya, jika ayah dan ibu bekerja, ayah mendapat fasilitas kesehatan
bersama dengan anak2nya, tetapi ibu hanya mendapat fasilitas untuk dirinya
sendiri. Tetapi, bagaimana jika si ibu sudah dicerai dan anak2 ikut
dengan ibunya? Apakah anak2 itu tetap mendapat fasilitas kesehatan lewat
ayahnya, padahal aayahnya sudah tidak tahu rimbanya?
Dan kenyataan itu ada, bahwa anak2
setelah perceraian dan mengikuti ibunya, tidak mendapat fasilotas kedehatan
sama sekali …. Dan alhasil, si ibu bukan hanya mencari penghidupan untuk mereka
saja, tetapi juga berusaha untuk mencari tambahan bagi masa depan anak2nya,
berbentuk tabungan dan asuransi yang bisa menjamin kesehatan buah hatinya …..
Saat ini kesenjangan antar gender
sangat nyata, dalam hal akses, manfaat, partisipasi dalam pembangunan serta
penugasan terhadap sumber daya. Tingkat kekerasan terhadap perempuan terus
meningkat, padahal sudah banyak peran perempuan dalam berbagai bidang, seperti
politik, jabatan publik serta di bidang pembangunan dan konstruksi. Aspek2 ini
masih banyak diskriminasi terhadap kaum perempuan. Dan atas dasar itulah issue
kesetaraan gender terus bergulir, menunggu realisasinya …..
Sebaliknya, apakah
kesetaraan gender bisa membuat kaum perempuan yang seharusnya sejajar dengan
kaum laki2? Tentu bisa, tetapi, kesetaraan
gender yang bagaimana?
Jelas dari 3 peran gender : peran
produktif, peran reproduksi dan peran sosial kemasyarakatan, jelaslah peran
reproduksi mengambil porsi yang tinggi. Bahwa sebagai perempuan yang melahirkan
anak2 serta yang bertumbuh untuk bisa mengambil segala peran, tetaplah seorang
perempuan. Sebagai ibu yang bekerja mencari nafkah, tetaplah harus bisa untuk
merangkul anak2nya dengan kasih. Seorang ibu, yang mungkin memang tidak memasak
sendiri, tetapi tetap bisa untuk mengurus rumah tangga kecilnya ( tanpa seorang
suami atau ayah ). Ibu harus bisa mengurus lewat asisten2nya untuk anak2nya
makan dirumah, belajar dirumah, dan jangan anak2nya keluyuran di jalan …..
Tidak mudah memang. Peran
ganda seorang perempuan, harus ditunjang dengan sebuah semangat untuk hidup
lebih baik. Tidak hanya membiayai anak2nya, tetapi lebih kepada kualitas
hidup bukan hanya materi, tetapi juga hubungan antar anggota keluarga serta
hubungan dengan Tuhannya ……
Bahwa Tuhan sudah
menciptakan peran masing2 antara laki2 dan perempuan. Dan Tuhan juga sudah
mengijinkan kesetaraan gender di abad modern ini. Jadi, alangkah bijaksananya
jika kaum perempuan benar2 bisa berbagi peran tanpa lupa akan kodratnya …..
Aku, sebagai perempuan berperan
ganda, tetap berusaha untuk terus menjadikan keluarga kecilku untuk hidup lebih
baik, dan hidup berkualitas. Kesadaranku sebagai perempuan apalagi aku sebagai
perempuan cacat storke, tetap ingin mengupayakan tentang kesetaraan gender,
karena kehidupanku, juga perempuan2 seperti aku, ingin mendapatkan hak2 dan
kewajiban yang sama sebagai manusia dan warga negara …..
KESETARAAN GENDER—pencapaian perempuan masih rendah
Rahmayulis
Saleh
Selasa, 24
April 2012 | 20:01 WIB
JAKARTA:
Dewasa ini sudah banyak kemajuan yang dicapai perempuan Indonesia. Selain itu
juga mendapatkan kesempatan dan akses yang sama untuk berkiprah di berbagai
bidang, tanpa diskriminasi.
“Namun,
adanya budaya patriarki menyebabkan pencapaian perempuan dibandingkan dengan
laki-laki masih rendah,” kata Linda Amalia Sari Gumelar, Menteri Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak, hari ini dalam Seminar Koalisi Indonesia untuk
Kependudukan dan Pembangunan di Jakarta.
Menurut
Linda, tolok ukur yang digunakan untuk mengukur kesetaraan gender adalah gender-related
development index (GDI), yang hanya mengukur tingkat capaiannya berdasarkan
tiga variavel, yaitu pendidikan, kesehaan, dan ekonomi.
Padahal dari
aspek angka harapan hidup, katanya, usia perempuan masih lebih tinggi
dibadingkan dengan laki-laki, yaitu 71,74 berbanding 67,51 tahun. Tapi dari
aspek lain capaian perempuan masih rendah. Misalnya angka melek huruf laki-laki
pada 2010 mencapai 95,65, lebih baik dari perempuan yang berada pada
angka 90,52.
Linda
menuturkan salah satu strategi yang digunakan oleh pemerintah dalam mewujudkan
kesetaraan gender, adalah melalui pendekatan pengarusutamaan gender
(PUG).
PUG
merupakan salah satu strategi yang mengintegrasikan perencanaan, penganggaran,
pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi seluruh bidang pembangunan.
“Penerapan
strategi PUG akan menghasilkan kebijakan publik yang lebih efektif dan tepat
sasaran, dalam rangka mewujudkan pembangunan yang lebih adil dan merata bagi
seluruh masyarakat, baik laki-laki dan perempuan,” ujar Linda.
Dalam
konteks pembangunan pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender, katanya,
keluarga menjadi salah satu faktor kunci berhasil tidaknya pelaksanaan program
tersebut.
“Kesetaraan
gender mustahil terwujud jika kaum laki-laki tidak ikut berperan aktif
mendukungnya. Diharapkan tercipta kesepahaman antara suami dan isteri dalam
membangun keluarga yang harmonis, mampu menghadirkan nilai-nilai kesetaraan
pada seluruh anggota keluarganya,” ungkapnya. (sut)
http://www.bisnis.com/articles/kesetaraan-gender-pencapaian-perempuan-masih-rendah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar