Jumat, 26 Oktober 2012

GENDER DAN PROGENDER


Bentuk Bentuk Ketidakadilan Gender
Perbedaan peran dan fungsi antara laki-laki dan perempuan atau yang lebih tinggi dikenal dengan perbedaan gender yang terjadi di masyarakat tidak menjadi suatu permasalahan sepanjang perbedaan tersebut tidakmengakibatkan diskriminasi atau ketidak adilan. Patokan  atau ukuran sederhana yang dapat digunakan untukmengukur apakah perbedaan gender itu menimbulkan ketidakadilan atau tidak adalah sebagai berikut:
Sterotype

Semua bentuk ketidakadilan gender diatas sebenarnya berpangkal pada satu sumber kekeliruan yang sama, yaitu stereotype gender laki-laki dan perempuan.
Stereotype itu sendiri berarti pemberian citra baku atau label/cap kepada seseorang atau kelompok yang didasarkan pada suatu anggapan yang salah atau sesat.
Pelabelan umumnya dilakukan dalam dua hubungan atau lebih dan seringkali digunakan sebagai alasan untuk membenarkan suatu tindakan dari satu kelompok atas kelompok lainnya.
Pelabelan juga menunjukkan adanya relasi kekuasaan yang timpang atau tidak seimbang  yang bertujuan untuk menaklukkan atau menguasai pihak lain.
Pelabelan negative juga dapat dilakukan atas dasar anggapan gender. Namun seringkali pelabelan negative ditimpakan kepada perempuan.
Contoh :
  • Perempuan dianggap cengeng, suka digoda.
  • Perempuan tidak rasional, emosional.
  • Perempuan tidak bisa mengambil keputusan penting.
  • Perempuan sebagai ibu rumah tangga dan pencari nafkah tambahan.
  • Laki-laki sebagai pencari nafkah utama.
 
Kekerasan

Kekerasan (violence) artinya tindak kekerasan, baik fisik maupun non fisik yang dilakukan oleh salah satu jenis kelamin atau sebuah institusi keluarga, masyarakat atau negara terhadap jenis kelamin lainnya.
Peran gender telah membedakan karakter perempuan dan laki-laki. Perempuan dianggap feminism dan laki-laki maskulin. Karakter ini kemudian mewujud dalam ciri-ciri psikologis, seperti laki-laki dianggap gagah, kuat, berani dan sebagainya. Sebaliknya perempuan dianggap lembut, lemah, penurut dan sebagainya.
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan pembedaan itu. Namun ternyata pembedaan karakter tersebut melahirkan tindakan kekerasan. Dengan anggapan bahwa perempuan itu lemah, itu diartikan sebagai alasan untuk diperlakukan semena-mena, berupa tindakan kekerasan.
Contoh :
  • Kekerasan fisik maupun non fisik yang dilakukan oleh suami terhadap isterinya di dalam rumah tangga.
  • Pemukulan, penyiksaan dan perkosaan yang mengakibatkan perasaan tersiksa dan tertekan.
  • Pelecehan seksual.
  • Eksploitasi seks terhadap perempuan dan pornografi.
 
Beban ganda (double burden)

Beban ganda (double burden) artinya beban pekerjaan yang diterima salah satu jenis kelamin lebih banyak dibandingkan jenis kelamin lainnya.
Peran reproduksi perempuan seringkali dianggap peran yang statis dan permanen. Walaupun sudah ada peningkatan jumlah perempuan yang bekerja diwilayah public, namun tidak diiringi dengan berkurangnya beban mereka di wilayah domestic. Upaya maksimal yang dilakukan mereka adalah mensubstitusikan pekerjaan tersebut kepada perempuan lain, seperti pembantu rumah tangga atau anggota keluarga perempuan lainnya. Namun demikian, tanggung jawabnya masih tetap berada di pundak perempuan. Akibatnya mereka mengalami beban yang berlipat ganda.
 
Marjinalisasi

Marjinalisasi artinya : suatu proses peminggiran akibat perbedaan jenis kelamin yang mengakibatkan kemiskinan.
Banyak cara yang dapat digunakan untuk memarjinalkan seseorang atau kelompok. Salah satunya adalah dengan menggunakan asumsi gender. Misalnya dengan anggapan bahwa perempuan berfungsi sebagai pencari nafkah tambahan, maka ketika mereka bekerja diluar rumah (sector public), seringkali dinilai dengan anggapan tersebut. Jika hal tersebut terjadi, maka sebenarnya telah berlangsung proses pemiskinan dengan alasan gender.
Contoh :
  • Guru TK, perawat, pekerja konveksi, buruh pabrik, pembantu rumah tangga dinilai sebagai pekerja rendah, sehingga berpengaruh pada tingkat gaji/upah yang diterima.
  • Masih banyaknya pekerja perempuan dipabrik yang rentan terhadap PHK dikarenakan tidak mempunyai ikatan formal dari perusahaan tempat bekerja karena alasan-alasan gender, seperti  sebagai pencari nafkah tambahan, pekerja sambilan dan juga alasan factor reproduksinya, seperti menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui.
  • Perubahan dari sistem pertanian tradisional kepada sistem pertanian modern dengan menggunakan mesin-mesin traktor telah memarjinalkan pekerja perempuan,
 
Subordinasi

Subordinasi Artinya : suatu penilaian atau anggapan bahwa suatu peran yang dilakukan oleh satu jenis kelamin lebih rendah dari yang lain.
Telah diketahui, nilai-nilai yang berlaku di masyarakat, telah memisahkan dan memilah-milah peran-peran gender, laki-laki dan perempuan. Perempuan dianggap bertanggung jawab dan memiliki peran dalam urusan domestik atau reproduksi, sementara laki-laki dalam urusan public atau produksi.
Pertanyaannya adalah, apakah peran dan fungsi dalam urusan domestic dan reproduksi mendapat penghargaan yang sama dengan peran publik dan produksi? Jika jawabannya “tidak sama”, maka itu berarti peran dan fungsi public laki-laki. Sepanjang penghargaan social terhadap peran domestic dan reproduksi berbeda dengan peran publik dan reproduksi, sepanjang itu pula ketidakadilan masih berlangsung.
Contoh :
  • Masih sedikitnya jumlah perempuan yang bekerja pada posisi atau peran pengambil keputusan atau penentu kebijakan disbanding laki-laki.
  • Dalam pengupahan, perempuan yang menikah dianggap sebagai lajang, karena mendapat nafkah dari suami dan terkadang terkena potongan pajak.
  • Masih sedikitnya jumlah keterwakilan perempuan dalam dunia politik (anggota legislative dan eksekutif ).
 


 
Kesetaraan gender adalah suatu keadaan setara antara pria dan wanita dalam hak ( hukum ) dan kondisi  ( kualitas hidup ). Sudah banyak issue di balik kesetaraan gender, tetapi kesetaraan gender yang mana yang bisa menjadi titik tolak perempuan Indonesia ?
Sebagai perempuan, apalagi sebagai orang tua tunggal, mama yang haarus membiayai anak2sendiri setelah aku bercerai, masalah gender sangat berarati bagiku. Aku adalah seorang arsitek lapangan, dimana aku sudah bekerja sekitar 20 tahun sebagai arsitek lapangan, sebenarnya aku sudah cukup makan asam garam. Seorang perempuan, bekerja di antara pekerja2 kasar, tanpa ‘pengaman’ dan tanpa ‘perlindungan’, walau sampai sekarang aku masih baik2 saja, tetapi bisa saja aku suatu saat harus ‘mundur’ karena tidak adanya perlindungan diri.
Gender adalah pembedaan peran, atribut, sifat, sikap dan perilaku yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Dan peran gender terbagi menjadi peran produktif, peran reproduksi serta peran sosial kemasyarakatan.
( Sumber : Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI ).
Sekarang, coba lihat. Dari 3 peran gender, sebenarnya hanya 1 yang besar artinya, adalah peran reproduksi. Bahwa laki2 dan perempuan memang berbeda. Tetapi peran produktif serta peran sosial kemasyarakatan, sama sekali tidak berbeda!
Pekerjaanku menuntut sebagai pekerjaan kasar, dimana aku bisa saja bekerja 24 jam tanpa ‘perlindungan’. Yang dimaksud dengan perlindungan adalah bahwa masih banyak orang yang berpikir bahwa seorang perempuan akan terlihat sebagai ‘perempuan nakal’ ketika pulang kerja sampai malam ( diatas tengah malam ), bahkan seringkali sanpai pagi, jika dealdine. Padahal, mereka, termasuk aku, bekerja giat untuk membiayai keluarga. Banyak perempuan yang bekerja sebagai pegawai restauran yang buka sampai malam atau pagi, bergantian. Atau yang bekerja di hotel, cafe2, dan mereka benar2 bekerja mencari nafkah.
‘Perlindungan’ ini mungkin belum tentu berupa perlindungan fisik, tetapi lebih kepada perlindungan budaya dan pola pikir di negara timur, khususnya Indonesia. Bahkan, masih banyak teman2ku yang notebene merupakan produk modern, yang ‘kasak kusuk’ dengan jam kerjaku …..
Bukan hanya ‘perlindungan’ saja bagi perempuan. Kami juga membutuhkan ‘pengaman’. Yang dimaksud dengan pengaman adalah bahwa baik laki2 dan perempuan, mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam hukum. Artinya, baik laki2 dan perempuan SEHARUSNYA mempunyai hak yang sama dalam pekerjaan, gaji, srta fasilitas2 yang disertakannya di dalam perusahaan.
Jujur, aku tidak tahu dan belum mengetahui tentang peraturan2 gender. Yang aku tahu, salah satunya, bahwa perempuan tidak pernah bisa mendapat fasilitas yang sama dalam pekerjaan, walaupun mereka bekerja dalam perusahaan yang sama, jam kerja yang sama serta benar2 bekerja bersama setiap saat.
Secara awam, memang seorang perempuan sering dikatakan sebagai makhluk yang lembut, dan tidak bisa melakukan hal2 yang kasar. Tetapi pada kenyataannya, perempuan bisa melakukan pekerjaan yang kasar, bahkan melebihi pekerja laki2. Contohnya di Bali. Perempuan bekerja ssebagai pengangkut batu, sementara laki2nya sebagai penyabung ayam. Mungkin aku tidak mengeneralkannya, tetapi sekarang banyak perempuan bekerja kasar, tetapi fasilitasnya lebih rendah dibanding dengan pekerja laki2.
Aku belum sempat mempelajari tentang undang-undang yang mengatur segala fasilitas yang bisa dinikmati oleh pegawai. Tetapi yang jelas, fasilitas pegawai perempuan, lebih rendah dibanding dengan fasilitas pegawai laki2, dengan status yang sama, jenis pekerjaan yang sama bahkan dalam perusahaan yang sama.
Apalagi tentang fasilitas2nya. Yang aku tahu, anak2 dalam sebuah keluarga, mendapat fasilitas kesehatan lewat jalur ayah. Artinya, jika ayah dan ibu bekerja, ayah mendapat fasilitas kesehatan bersama dengan anak2nya, tetapi ibu hanya mendapat fasilitas untuk dirinya sendiri. Tetapi, bagaimana jika si ibu sudah dicerai dan anak2 ikut dengan ibunya? Apakah anak2 itu tetap mendapat fasilitas kesehatan lewat ayahnya, padahal  aayahnya sudah tidak tahu rimbanya?
Dan kenyataan itu ada, bahwa anak2 setelah perceraian dan mengikuti ibunya, tidak mendapat fasilotas kedehatan sama sekali …. Dan alhasil, si ibu bukan hanya mencari penghidupan untuk mereka saja, tetapi juga berusaha untuk mencari tambahan bagi masa depan anak2nya, berbentuk tabungan dan asuransi yang bisa menjamin kesehatan buah hatinya …..
Saat ini kesenjangan antar gender sangat nyata, dalam hal akses, manfaat, partisipasi dalam pembangunan serta penugasan terhadap sumber daya. Tingkat kekerasan terhadap perempuan terus meningkat, padahal sudah banyak peran perempuan dalam berbagai bidang, seperti politik, jabatan publik serta di bidang pembangunan dan konstruksi. Aspek2 ini masih banyak diskriminasi terhadap kaum perempuan. Dan atas dasar itulah issue kesetaraan gender terus bergulir, menunggu realisasinya …..
Sebaliknya, apakah kesetaraan gender bisa membuat kaum perempuan yang seharusnya sejajar dengan kaum laki2? Tentu bisa, tetapi, kesetaraan gender yang bagaimana?
Jelas dari 3 peran gender : peran produktif, peran reproduksi dan peran sosial kemasyarakatan, jelaslah peran reproduksi mengambil porsi yang tinggi. Bahwa sebagai perempuan yang melahirkan anak2 serta yang bertumbuh untuk bisa mengambil segala peran, tetaplah seorang perempuan. Sebagai ibu yang bekerja mencari nafkah, tetaplah harus bisa untuk merangkul anak2nya dengan kasih. Seorang ibu, yang mungkin memang tidak memasak sendiri, tetapi tetap bisa untuk mengurus rumah tangga kecilnya ( tanpa seorang suami atau ayah ). Ibu harus bisa mengurus lewat asisten2nya untuk anak2nya makan dirumah, belajar dirumah, dan jangan anak2nya keluyuran di jalan …..
Tidak mudah memang. Peran ganda seorang perempuan, harus ditunjang dengan sebuah semangat untuk hidup lebih baik. Tidak hanya membiayai anak2nya, tetapi lebih kepada kualitas hidup bukan hanya materi, tetapi juga hubungan antar anggota keluarga serta hubungan dengan Tuhannya ……
Bahwa Tuhan sudah menciptakan peran masing2 antara laki2 dan perempuan. Dan Tuhan juga sudah mengijinkan kesetaraan gender di abad modern ini. Jadi, alangkah bijaksananya jika kaum perempuan benar2 bisa berbagi peran tanpa lupa akan kodratnya …..
Aku, sebagai perempuan berperan ganda, tetap berusaha untuk terus menjadikan keluarga kecilku untuk hidup lebih baik, dan hidup berkualitas. Kesadaranku sebagai perempuan apalagi aku sebagai perempuan cacat storke, tetap ingin mengupayakan tentang kesetaraan gender, karena kehidupanku, juga perempuan2 seperti aku, ingin mendapatkan hak2 dan kewajiban yang sama sebagai manusia dan warga negara …..
KESETARAAN GENDER—pencapaian perempuan masih rendah
Rahmayulis Saleh
Selasa, 24 April 2012 | 20:01 WIB
  •  
  •  
  •  
Compact_linda_agum_gumelar

JAKARTA: Dewasa ini sudah banyak kemajuan yang dicapai perempuan Indonesia. Selain itu juga mendapatkan kesempatan dan akses yang sama untuk berkiprah di berbagai bidang, tanpa diskriminasi. 

“Namun, adanya budaya patriarki menyebabkan pencapaian perempuan dibandingkan dengan laki-laki masih rendah,” kata Linda Amalia Sari Gumelar, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, hari ini dalam Seminar Koalisi Indonesia untuk Kependudukan dan Pembangunan di Jakarta.

Menurut Linda, tolok ukur yang digunakan untuk mengukur kesetaraan gender adalah gender-related development index (GDI), yang hanya mengukur tingkat capaiannya berdasarkan tiga variavel, yaitu pendidikan, kesehaan, dan ekonomi.

Padahal dari aspek angka harapan hidup, katanya, usia perempuan masih lebih tinggi dibadingkan dengan laki-laki, yaitu 71,74 berbanding 67,51 tahun. Tapi dari aspek lain capaian perempuan masih rendah. Misalnya angka melek huruf laki-laki pada 2010 mencapai 95,65, lebih baik dari perempuan  yang berada pada angka 90,52.

Linda menuturkan salah satu strategi yang digunakan oleh pemerintah dalam mewujudkan kesetaraan gender, adalah melalui pendekatan pengarusutamaan gender (PUG). 

PUG merupakan salah satu strategi yang mengintegrasikan perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi seluruh bidang pembangunan.

“Penerapan strategi PUG akan menghasilkan kebijakan publik yang lebih efektif dan tepat sasaran, dalam rangka mewujudkan pembangunan yang lebih adil dan merata bagi seluruh masyarakat, baik laki-laki dan perempuan,” ujar Linda.

Dalam konteks pembangunan pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender, katanya, keluarga menjadi salah satu faktor kunci berhasil tidaknya pelaksanaan program tersebut.

“Kesetaraan gender mustahil terwujud jika kaum laki-laki tidak ikut berperan aktif mendukungnya. Diharapkan tercipta kesepahaman antara suami dan isteri dalam membangun keluarga yang harmonis, mampu menghadirkan nilai-nilai kesetaraan pada seluruh anggota keluarganya,” ungkapnya. (sut)
http://www.bisnis.com/articles/kesetaraan-gender-pencapaian-perempuan-masih-rendah
Bottom of Form

Tidak ada komentar:

Posting Komentar