Jumat, 26 Oktober 2012

TUGAS PSIKOLOGI “KETIDAKSETARAAN GENDER DAN PRO GENDER”


TUGAS PSIKOLOGI
“KETIDAKSETARAAN GENDER DAN PRO GENDER”

Di susun oleh           :        1. Ketua : Donny Prastyo
                                                                          2. Sekertaris : Anggy Suci Okta Noviolita
                                             3. Anggota :  - Nurul Rachma Sari
                                                            - Sulistyasih

                        Pengajar            :         Ns. Sri Djuwitaningsih, M.Kes ., Sp. Mat



POLTEKKES KEMENKES JAKARTA III
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PRODI KIMIA 17
2012

Bentuk Bentuk Ketidakadilan Gender

Perbedaan peran dan fungsi antara laki-laki dan perempuan atau yang lebih tinggi dikenal dengan perbedaan gender yang terjadi di masyarakat tidak menjadi suatu permasalahan sepanjang perbedaan tersebut tidak mengakibatkan diskriminasi atau ketidak adilan. Patokan  atau ukuran sederhana yang dapat digunakan untukmengukur apakah perbedaan gender itu menimbulkan ketidakadilan atau tidak adalah sebagai berikut:
1)   Sterotype
Semua bentuk ketidakadilan gender diatas sebenarnya berpangkal pada satu sumber kekeliruan yang sama, yaitu stereotype gender laki-laki dan perempuan.
Stereotype itu sendiri berarti pemberian citra baku atau label/cap kepada seseorang atau kelompok yang didasarkan pada suatu anggapan yang salah atau sesat.
Pelabelan umumnya dilakukan dalam dua hubungan atau lebih dan seringkali digunakan sebagai alasan untuk membenarkan suatu tindakan dari satu kelompok atas kelompok lainnya.
Pelabelan juga menunjukkan adanya relasi kekuasaan yang timpang atau tidak seimbang  yang bertujuan untuk menaklukkan atau menguasai pihak lain.
Pelabelan negative juga dapat dilakukan atas dasar anggapan gender. Namun seringkali pelabelan negative ditimpakan kepada perempuan
.

 
2)   Marjinalisasi
Marjinalisasi artinya : suatu proses peminggiran akibat perbedaan jenis kelamin yang mengakibatkan kemiskinan.
Banyak cara yang dapat digunakan untuk memarjinalkan seseorang atau kelompok. Salah satunya adalah dengan menggunakan asumsi gender. Misalnya dengan anggapan bahwa perempuan berfungsi sebagai pencari nafkah tambahan, maka ketika mereka bekerja diluar rumah (sector public), seringkali dinilai dengan anggapan tersebut. Jika hal tersebut terjadi, maka sebenarnya telah berlangsung proses pemiskinan dengan alasan gender.

3)   Beban ganda (double burden)
Beban ganda (double burden) artinya beban pekerjaan yang diterima salah satu jenis kelamin lebih banyak dibandingkan jenis kelamin lainnya.
Peran reproduksi perempuan seringkali dianggap peran yang statis dan permanen. Walaupun sudah ada peningkatan jumlah perempuan yang bekerja diwilayah public, namun tidak diiringi dengan berkurangnya beban mereka di wilayah domestic. Upaya maksimal yang dilakukan mereka adalah mensubstitusikan pekerjaan tersebut kepada perempuan lain, seperti pembantu rumah tangga atau anggota keluarga perempuan lainnya. Namun demikian, tanggung jawabnya masih tetap berada di pundak perempuan. Akibatnya mereka mengalami beban yang berlipat ganda.

4)   Subordinasi
Subordinasi Artinya : suatu penilaian atau anggapan bahwa suatu peran yang dilakukan oleh satu jenis kelamin lebih rendah dari yang lain.
Telah diketahui, nilai-nilai yang berlaku di masyarakat, telah memisahkan dan memilah-milah peran-peran gender, laki-laki dan perempuan. Perempuan dianggap bertanggung jawab dan memiliki peran dalam urusan domestik atau reproduksi, sementara laki-laki dalam urusan public atau produksi.
Pertanyaannya adalah, apakah peran dan fungsi dalam urusan domestic dan reproduksi mendapat penghargaan yang sama dengan peran publik dan produksi? Jika jawabannya “tidak sama”, maka itu berarti peran dan fungsi public laki-laki. Sepanjang penghargaan social terhadap peran domestic dan reproduksi berbeda dengan peran publik dan reproduksi, sepanjang itu pula ketidakadilan masih berlangsung.

5)   Kekerasan
Kekerasan (violence) artinya tindak kekerasan, baik fisik maupun non fisik yang dilakukan oleh salah satu jenis kelamin atau sebuah institusi keluarga, masyarakat atau negara terhadap jenis kelamin lainnya.
Peran gender telah membedakan karakter perempuan dan laki-laki. Perempuan dianggap feminism dan laki-laki maskulin. Karakter ini kemudian mewujud dalam ciri-ciri psikologis, seperti laki-laki dianggap gagah, kuat, berani dan sebagainya. Sebaliknya perempuan dianggap lembut, lemah, penurut dan sebagainya.
Sebenarnya tidak ada yang salah dengan pembedaan itu. Namun ternyata pembedaan karakter tersebut melahirkan tindakan kekerasan. Dengan anggapan bahwa perempuan itu lemah, itu diartikan sebagai alasan untuk diperlakukan semena-mena, berupa tindakan kekerasan.













Tabel Contoh Ketidaksetaraan Gender.

NO
Stereotipe
Marjinalisasi
Beban Ganda
Sub ordinasi
Kekerasan
1.















2.















3.
Yang  bertugas memasak hanyalah perempuan.













Yang bertugas mencari nafkah adalah Suami.














Yang boleh bermain boneka hanya anak perempuan.
Buruh cuci baju, buruh bangunan di nilai sebagai pekerjaan yang rendahan.












banyaknya pekerja perempuan dipabrik yang rentan terhadap PHK dikarenakan tidak mempunyai ikatan formal dari perusahaan tempat bekerja karena alasan-alasan gender, seperti  sebagai pencari nafkah tambahan, pekerja sambilan
Seorang wanita yang sibuk bekerja lebih memilih membebankan tugas rumah tangga seperti : memasak, menyapu, mencuci, dll kepada seorang pembantu, padahal pembantu tersebut juga mempunyai tanggung jawab yang harus ia lakukan juga. Jadi, beban pembantu lebih banyak .
Masih sedikitnya jumlah keterwakilan perempuan dalam dunia politik (anggota legislative dan eksekutif ).








Perusahaan lebih memilih leki-laki untuk menjadi seorang direktur di banding perempuan karena laki-laki lebih di anggap kompeten dalam hal memimpin.
Pemukulan, penyiksaan dan perkosaan yang mengakibatkan perasaan tersiksa dan tertekan.
Pelecehan seksual.








Eksploitasi seks terhadap perempuan dan pornografi.









Pro Gender (Kesetaraan Gender)

Kesetaraan gender berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan pertahanan dan keamanan nasional (hankamnas), serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan tersebut. Kesetaraan gender juga meliputi penghapusan diskriminasi dan ketidak adilan struktural, baik terhadap laki-laki maupun perempuan.
Keadilan gender adalah suatu proses dan perlakuan adil terhadap perempuan dan laki-laki. Dengan keadilan gender berarti tidak ada pembakuan peran, beban ganda, subordinasi, marginalisasi dan kekerasan terhadap perempuan maupun laki-laki.
Terwujudnya kesetaran dan keadilan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki, dan dengan demikian mereka memiliki akses, kesempatan berpartisipasi, dan kontrol atas pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan.
Memiliki akses dan partisipasi berarti memiliki peluang atau kesempatan untuk menggunakan sumber daya dan memiliki wewenang untuk mengambil keputusan terhadap cara penggunaan dan hasil sumber daya tersebut. Memiliki kontrol berarti memiliki kewenangan penuh untuk mengambil keputusan atas penggunaan dan hasil sumber daya. Sehingga memperoleh manfaat yang sama dari pembangunan.

Contoh kesetaraan Gender :
1.      Tidak ada pembatasan sex (kodrat) pada bidang politik dan kepemimpinan.
2.      Adanya bentuk kerja sama antara suami dan istri yang sama-sama bertanggung jawab sebagai pencari nafkah dalam keluarga.
3.      Anak-anak setelah perceraian dan mengikuti ibunya, tidak mendapat fasilotas kedehatan sama sekali dan alhasil, si ibu bukan hanya mencari penghidupan untuk mereka saja, tetapi juga berusaha untuk mencari tambahan bagi masa depan anak2nya, berbentuk tabungan dan asuransi yang bisa menjamin kesehatan buah hatinya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar